Rabu, 21 Mei 2014

Cukup mengenalmu saja

Panas mentari bersama hembusan angin lembut tiba-tiba terasa berganti dengan hujan badai tiada henti. Saat dua pasang mata yang tak lama berjumpa dan rasakan tak ingin untuk saling menyapa harus di pertemukan meski tidak dalam kesengajaan.

Seolah bumi ingin melintas keluar dari porosnya. Ingin menghancurkan diri. Pergi dan berlari semau hati. Itulah perasaan yang sama saat kamu Tinggalkan aku begitu saja tanpa peduli lagi. Kamu pergi tanpa hiraukan aku lagi. Kamu langsung meghilang seolah ditelan bumi dalam-dalam.
Dan kini,apa yang ada di depan mataku? Makhluk yang dulu pernah merajai hatiku tapi juga yang akhirnya menghancurkan kerajaanya.

Aku tahu,kedatanganmu bukan untuk memperbaiki yang telah terjadi aku juga tak inginkan itu. Bahkan untuk melihatmu lagi aku sudah tak sudi.Yah cukuplah sudah aku mengenalmu dalam memori kelam.

Flash Fiction ini ditulis untuk
mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan
Twitter @nulisbuku

Aku tahu. Cinta Memang Sulit

Andai waktu bisa ku putar,akan ku kembalikan cerita ke masa itu masa saat kita sama-sama jatuh hati. Mencoba memulai kisah yang tiada bertepi. Hingga nanti hingga mati kita akan tetap begini.

"Sudahlah,lupakan dia. Dia bukan yang terbaik untukmu Si" suara Jonas cukup menyesakkan dadaku. Itu kalimat yang paling ku benci. Aku benci mengatakan aku telah salah memilih Renov yang kini menjadi kekasihku. Karena aku yakin lelaki itu yang terbaik untukku. Renov itu pilihanku.

"Ngga Jon,aku percaya Renov seperti ini bukan karena Dia tidak mencintaiku." Lagi-lagi jawabanku tetap sama.Tetap yakin seperti saat aku pertama jatuh hati pada Renov.

Yah aku memang yakin dan selalu yakin. Egois rasanya bila aku harus meninggalkan Renov setelah aku tahu seperti apa Dia sebenarnya. Mungkin yah,bila aku hanya jatuh pada hal baiknya saja sementara aku tahu,aku sendiripun bukan manusia sempurna.

"Jadi apa yang mau kamu lakukan sekarang?" Tanya Jonas lembut penuh perhatian dan bisa membuatku tenang.

"Aku harus merubahnya" jawabku tegas penuh harapan.

"Bagus,aku pikir jika Dia bisa berubah bersamamu kenapa tidak kamu pertahankan Dia." Jawab Jonas terasa memberi kekuatan untukku.

Meski tanpa Jinas ucapkan itu,aku tahu,aku mencintai Renov seluruhnya,tidak hanya kelebihan yang dia miliki tapi juga kekurangannya. Aku rasa ini tugasku untuk merubahnya. Aku yakin bila aku benar-benar tulus mencintainya Dia pasti akan luluh dan merubah sikap yang tak ada baiknya itu.

Bersama Jonas yang masih disampingku,aku habiskan tetes terakhir orange jus pesananku dengan mata yang masih konsisten ke arah Renov yang masih asyik dengan wanitanya yang tak lain Ibu tiriku.

Flash Fiction ini ditulis untuk
mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan
Twitter @nulisbuku

Senin, 19 Mei 2014

Mei Kelabu

Mei,begitu mendengarnya ada sejuta cerita berputar dalam otakku. Nama bulan yang paling irit ini telah banyak menorehkan banyak kenangan dalam hidupku. Dalam perjalanan menuju gerbang mimpiku.

Bulan ini menyadarkan kenyataan dalam harapan. Memberitahukan bahwa ada perbedaan antara mimpi dan ambisi. Di bulan ini aku mendapatkan sesuatu yang tak pernah terbayangkan,melakukan yang tidak direncanakan. Bulan ini menjadi saksi bagaimana air mata yang ku usahakan tak akan jatuh tapi justru aku tumpahkan begitu saja. Aku membenci bulan ini aku membenci Mei.

Tepatnya satu tahun lalu. Setelah tamatnya 3 tahun perjalananku di SMA. Bulan Mei adalah bulan sejuta harapan untukku mungkin untuk ratusan jiwa siswa SMA diseluruh Indonesia sepertinya. Karena di bulan ini penentuan masa sekolahku di kukuhkan. Salah satunya test SNMPTN. Iya ini salah satu harapan dari banyak impian yang aku tunggu di bulan ini.

Setelah di awali dengan kelulusan masa studiku ini juga menandakan selesai sudahlah perjalanan di masa yang menurut kebanyakan tak akan ada duanya. Ah ini sungguh menyebalkan. Berpisah dengan mereka yang sudah menjadi bagian hidupku bukanlah hal yang aku impikan. Tapi aku bisa apa? Ini siklus kehidupan. Yakinlah setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Aku sedih yah tentu. Ini satu cerita dari Mei
Kelabu ini.

Tak ada yang menjadi headline news kalau sudah kelas 3 SMA ya pasti kelanjutan setelahnya. Oh sungguh bukan hal mudah menentukan ini. Dengan pemikiran yang matang kita harus pilih apa yang menjadi pilihan kita nanti.

Aku terlibat disana. Tak ketinggalan aku ikut semua test yang bisa aku ikuti termasuk SNMPTN. Disini ceritaku dimulai. Penantian yang cukup lama dari pendaftaran yang sudah di finalisasi setelah sebelumnya aku menghadapi perdebatan batin. Menentukan pilihan yang tak mudah ini aku harus siap menerima apapun resikonya.
Tapi sungguh aku punya kepercayaan diri yang sangat tinggi saat itu. Aku percaya dengan nilaiku itu aku akan lulus perguruan tinggi negeri terfavorit pada jurusan yang favorit pula.

Pagi hari pihak sekolah memberi kabar kalau pengumuman di percepat menjadi sore hari itu juga. Seketika degup jantungku jadi tak beraturan. Aku salah tinhkah. Kerjaanku melirik jam karena merasa waktu sangat lama menuju pukul empat.

Aku bersiap-siap saat waktu tinggal menghitung menit. Aku juga meminta mamah menemani disampingku untuk menyaksikan hasilnya dengan keyakinan senyumnya akan langsung terpancar setelah pengumuman itu dibuka.

Dan,taraaaaaa.... jam empat sore tepat. Aku masih belum siap membuka. Akhirnya aku tanyakan dulu pada teman-temanku sungguh bahagia ketika balasan dari mereka itu rasa syukur dengan Hamdallah atas kelulusan merekaa. Ahh aku semakin tak sabar. Mamahpun mendesak untuk segera ku buka hasilnya.

Aku masukkan namaku dengan kata sandi yang sudah kuhafal.

Ku buka pertama dengan hasil yang belum kupercaya. Takut salah buka aku ulang lagi hingga ketiga kalinya. Tapi jawaban tetap sama

"Maaf Anda tidak dinyatakan lolos pada seleksi SNMPTN"

kurang lebih seperti itu kalimat yang bisa ku baca. tiga kali mencoba tetap sama.

Aku terhenyak tak percaya. Tak berani ku tatap wajah mamah yang dari tadi masih terdiam di sampingku. Sungguh ingin aku melihatnya dan berusaha tersenyum menandakan aku baik-baik saja. Tapi aku tak bisa,tubuhku justru bergetar dan melemah. Air mata tak bisa kubendung dan keluar semaunya. Mamah langsung memelukku. Mamah membisikkan semangat dengan suaranya yang sedikit bergetar tapi tak dilihatkan olehnya. Mamah masih tetap ingin terlihat tegar. Meski aku tahu mamah kecewa sama sepertiku.

Dunia seketika langsung gelap. Tak ada lagi celah untuk cahaya masuk. Aku masih terdiam mengharap bahwa ini mimpi. Lagi-lagi aku masih tersadar ini nyata. Saat itu aku tak lagi percaya mimpi. Aku tak lagi ingin hidupkan harapan lagi. Ini benar-benar kekecewaan. Aku menghukum diriku. Jangankan untuk makan menghirup oksigenpun aku sudah tak mau. Aku kecewa pada diriku. Aku selalu berharap hari selalu malam tak usah kutemukan siang karena percuma Matahari sudah tak menyukaiku lagi. Aku ingin tinggaljan dunia meski tidak dengan cara mati. Pikirku saat itu.

Kekecewaan menggelayuti setiap hari membuat siapapun khawatir. Lagi-lagi kulihat Mamah dan keluarga tak berhenti memberi perhatian untukku. Dari mereka jugalah aku menemukan cahaya kembali. Rasanya kehangatan mentari itu membisikkan energi bahwa masih banyak yang harus aku lakukan termasuk membahagiakan mereka. Dua malaikat hidupku. Dengan akhir yang belum berakhir aku siapkan kembali diriku untuk hidup kembali. Meninggalkan kegagalan yang bukan untuk diratapi tapi dijadikan pelajaran.

Pagi hari itu pada diri yang telah mengalami kegagalan ku ucapkan selamat karena aku sudah melewati tahap menuju sukses. Tak akan kurasakan sukses bila tak ku rasa gagal lebih dulu.

Terimakasih Mei Kelabu.

Rabu, 14 Mei 2014

Mawar Terakhir

"Rita,hari ini kamu gak bareng Jodi?" Tanya sandra teman sebangkuku dengan Nada aneh karena hari ini aku tidak datang bersama Jodi ke Sekolah. Tak banyak kata aku hanya membalas dengan senyum. Meskipun itu bukan aku banget. Aku yakin Sandra pasti mengerti kondisiku saat ini.
"Ke kantin yuk!" Ajak Sandra mencairkan suasana. Aku mengangguk dan lansung membalas gandengan tangan Sandra menuju tempat yang membuat banyak orangpun bertanya-tanya mengapa aku tak bersama Jodi.
"Aku kesel san" kataku membuka pembicaraan.
"Ada masalah apa? Seleseikan baik-baik kalian kan bukan anak kecil,2 tahun pacaran masa marahan begini sih?" Ucap Sandra dengan penuh perhatian.
"Aku belum siap buat maafin dia,eh tapi kemana sih dia ko gak keliatan?"
"Tuh kan nyari katanya kesel" sambung Sandra menggoda.
Aku hanya tersipu dengan senyum simpul di bibir tipisku.
Tiba-tiba Andre teman Jodi datang dengan lari seolah membawa sesuatu yang darurat.
"Hei Rit kamu cepetan deh hhhhh...." Suara Andre yang masih ngos-ngosan tak terlalu didengar jelas oleh Rita.
Tapi ada perasaan lain yang dirasa Rita,ada yang membuat hatinya lemas. Sampai Andre yang akhirnya  sanggup bicara berhasil memberi tahu bahwa Jodi kecelakaan di depan toko florist dekat sekolah.
"Tadi Jodi bilang Dia mau membeli bunga untuk sebagai ucapan maaf buat kamu Rit,Tapi ternyata tepat setelah bunga itu ditangannya ada mobil yang lanhsung menghampiri dan menyeretnya Rit. Sebelum ambulance membawanya Dia ngasih ini Rit." Panjang lebar Andre menjelaskan dengan di akhir memberikan buket mawar putih  favorit Rita.
Rita yang langsung menuju rumah sakit tak bisa berbuat apa-apa ketika Dokter menjelaskan Jodi tak bernyawa lagi. Hanya tangis dan penyesalan yang menggelayuti dirinya. Jika Ia tahu akan seperti ini Dia lebih memilih ada bersama Andre saat itu,biarlah mati bersamanya.

End~~~~

Flash Fiction ini ditulis untuk
mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan
Twitter @nulisbuku

Rabu, 07 Mei 2014

Haruskah bertahan?

"Aku menyayangimu dan aku tak inginkan kehilanganmu" Rangkaian kata  manis yang sangat sering bahkan selalu aku dengar. Mungkin karena seringnya pertengkaran kita. Evan pasti mengucapkan itu untuk menenangkan amarahku yang tak pernah cepat mereda.
Awalnya memang mendinginkan tapi lama-lama aku bosan dengan kalimat itu. Bukan karena tak bervariasi tapi ucapan itu benar-benar hanya sebagai ucapan saja yang melebur tanpa pembuktian.

Aku butuh bukti,yah aku wanita butuh bukti butuh kepastian dan suka pertanggung jawaban. Sementara Evan bisa mengucapkan itu kapan saja juga mengulangi kesalahan kapan saja.

Itu yang ku benci darinya. Tak ada perubahan. Setiap hari,setiap waktu harus ada pertengkaran. Salahku yang sensitif dan salahnya tak pernah menghargai aku.

Ucapan yang hanya sebagai ucapan Ia buktikan dengan kebiasaannya menggoda wanita lain. Dan itu Ia anggap biasa. Dan aku,seorang wanita yang merespon segala sesuatu dengan hati tentu tak akan terima. Wanita manapun tak akan menerima.

Haruskah aku membencimu? Orang yang aku kenal lugu dan menghargai aku,kini menjelma menjadi malaikat pencabut nyawa yang tak tahu kapan datangnya mencabut setiap pori-pori cinta yang ku usahakan terus berkembang untuknya.
"Sudahlah kamu pergi,biarin aku bahagia tanpa kamu. Kalau kamu mau bahagia silahkan kamu bahagia dengan wanita-wanita pilihanmu itu." Cerocosku tak tahan lagi akan kelakuannya.

"Sayang,aku mencintaimu dan aku tidak bisa mencintai wanita lain. Kalau mereka mencintai dan mengejarku apa itu salahku?" Lagi-lahi pembelaan darinya yang membingungkan dan selalu memuakkan.

Haruskah aku tetap bertahan untuknya? Siapa yang akan bertanggung jawab jika hati ini disakiti lagi? Harus ku percaya janji-janji manisnya lagi? Aku tak tahu. Aku tak mengerti. Jika mencintainya sesakit ini mengharuskan untuk ku pergi,aku pergi.

Pertanyaan yang masih bergelayut dalam diri belum bisa ku temukan jawabannya hingga kini. Hingga kini aku yang masih bertahan untuknya.
Entahlah,Cinta memang rumit.

****
Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti
program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di
Facebook dan Twitter @nulisbuku

Pergi adalah cara terbaik mencintai

Langit malam memang gelap,tetap gelap. Tapi malam ini terasa benar-benar gelap. Bulan yang menyinari seolah bersembunyi direlung hati yang masih tersakiti. Bintangpun seolah tak ingin datang tuk sekedar menghias diri yang benar-benar terlukai.

Pria itu masih berlari-lari dalam ingatannya. Menatap dengan senyum yang hangatnya mengalahkan sinar pagi hari.

"Tapi siapa yang merubah ini? Siapa yang inginkan seperti ini? Apa salahku yang membuat semua begini?" Macam-macam pertanyaan yang berbentuk hujatan Ia lontarkan dalam batinnya. Tak pernah bisa menerima apa yang harus Ia rasakan.

"Maaf aku sudah tak tahan denganmu" ucapan terakhir yang keluar dari mulut manis yang selama ini Ia usahakan untuk tak mengucapkannya. Tapi apalah daya hatinya sudah tak kuasa meyakini apa yang harus Ia yakini.

Menjalin hubungan selama 3 tahun bukan hal mudah untuk langsung melupakan. Ia tak menampik bahwa hatinya masih mencintai lelaki itu. Batinnya masih memanggil-manggil ingin kembali. Tapi itu tak Ia lakukan. Kepergiannya adalah cara terbaik untuk mencintai lelaki itu. Lelaki yang berulang kali terpergok olehnya bermesraan bersama sahabatnya sendiri Richard.

********

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti
program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di
Facebook dan Twitter @nulisbuku
Peserta wajib